Search

Minggu, 18 Januari 2015

Mantan x Mantan

“Eh, tau nggak, tadi aku nelponin kamu, tapi gak kamu angkat.”

“Sorry, sorry, aku lagi di jalan tadi, males angkat telepon.”

“Isshh, aku sampe mintak nomermu ke Andik tau!”

“Lah, ngapain mintak ke dia?”

“Ya kan siapa tau, kan kamu deket sama dia.”

“Trus dikasih?”

“Enggak.”

“Kok?”

“Aku kan nanya nomormu ke dia, tapi katanya gak punya. Aku sempet sih nyuruh dia nelpon atau sms ke kamu, tapi dia malah bilang, “kamu salah nyuruh orang, aku mana punya pulsa”. Trus aku suruh BBM, tapi katanya kamu nge-delcont dia.”

“Haha… dia tau ya? Biarin dah, males aku.”

“Kok gitu? Ngapain kamu delcont?”

“Iya waktu ini dia ganti DP pakek foto cewek, trus dia bikin PM, “I love you Linda”, siapa yang gak kesel coba? Yau dah langsung aku delcont.”

“Hah? Dia balikan lagi dia sama Linda?”

“Iya, perasaan kok dari dulu dia betah ya sama Linda? Putus nyambung mulu.”

“Hmm nggak tau. Oh ya, kemarin dia nanya ke aku, kamu nonton konser yang dimana? Trus aku jawab aja yang gigs metal-metalan.”

“Masa? Dia sering nanya-nanya kayak gitu?”

“Nggak juga sih.”

“Kok kalo aku mau nonton, dia nggak pernah nanya ke aku? Malah aku yang inisiatif dateng sendiri, apalagi pas dia manggung.”

“Nggak tau juga.”

“Ta…”

“Iya?”

“Aku nyesel.”

Langit tampak mendung, gerimis dan mulai deras. Motorku melaju perlahan. Samar-samar. Entah kemana perginya kaca helmku itu. Sangat menggangu terutama disaat seperti ini. Canggung. Tapi tak ada pilihan lain. Ini kesempatanku, walaupun bukan ini tujuanku, aku ini tulus, karena aku memang ingin berteman. Tapi aku harus tahu. Kenyataan yang sebenarnya terlalu pahit untukku. Ya, keingintahuanku itu menyakitiku, tidak, bahkan lebih dari itu.

“Hmm… ta?”

“Iya?”

“Aku boleh nanya sesuatu nggak?”

“Nanya apa?”

“Sebenernya dulu kamu putus sama Andik itu gara-gara apa?”

“Aduh! Ngg… Apa ya? Udah lama banget soalnya.”

Aku melihat kegelisahan itu, seperti yang sudah aku duga sebelumnya. Mana mungkin dia mau mengatakan hal yang sangat pribadi itu kepada orang yang bahkan belum lama dikenalnya. Ya, terus, teruslah tutupi kenyataan itu. Tak ada yang perlu diungkit-ungkit lagi.

“Ngg… aduh maaf ya! Aku bener-bener lupa.”

“Iya deh. Oh ya, kalo aku denger dari Andik sih, katanya kalian putus itu gara-gara dia bilang kalo kamu itu kayak anak kecil, trus kamu ngambek, akhirnya dia minta putus, bener nggak?”

Tanpa banyak basa-basi, kata-kata itu keluar begitu saja, begitu alami, tidak, tapi karena memang seperti itu adanya.

“Ah, masa? Yang mutusin duluan itu loh, aku.”

“Seriusan? Gimana ceritanya?”

“Pokoknya setelah putus itu, ada temennya dia nyuruh aku biar balikan sama dia. Katanya sih nanggung, udah beberapa bulan katanya. Kamu tau Yono kan?”

“Iya tau, yang ganteng itu kan?”

Haha… maaf, cewek mana sih yang nggak suka ngeliat orang ganteng?

“Iya, gitu dah dia, dia itu mohon-mohon biar aku balikan sama Andik, tapi aku nggak mau.”

“Dih, segitunya. Berarti, kalo ada apa-apa, Andik cerita sama temen-temennya ya?”

“Iya gitu deh.”

“Sempet putus nyambung nggak?”

Gilaaa… keingintahuanku sudah melebihi batas wajar. Aku lupa rasa maluku itu dimana.

“Nggak tuh, sekali putus ya putus.”

“Oh gitu. Tau nggak, dia juga sempet bilang loh kalo dada-mu itu besar, haha… Aku sempet nanya ke dia kriterianya dia itu seperti apa, yahh yang diomongin cuma fokus ke situ, hmm…”

“Masa sih? Haha… dulu loh aku itu tepos. Nggak kayak sekarang.”

“Haha… dia juga bilang gitu.”

Hening

“Ngg… anu, jangan tersinggung ya, ta, aku cuma pengen tahu aja.”

“Apaan sih?”

“Katanya kamu hampir ditidurin ya sama dia? Tapi kamunya nggak mau.”

“Eh, iya. Haha… hampir banget tu.”

“Gimana ceritanya?”

Iyaaa, aku tau aku sudah keterlaluan. Tapi Gita masih menanggapinya dengan santai, tanpa malu-malu dia menceritakannya padaku.

“Hmm… waktu itu aku sama dia lagi di warnet. Bagus tempatnya, tertutup banget, haha. Trus tiba-tiba aja gitu, ngalir gitu aja, haha…”

“Dia bilang apa waktu itu?”

“Nggak ada bilang apa. Dia itu gitu, tiba-tiba aja, pakek bahasa tubuh gitu. Tapi untungnya aku cepet sadar.”

“Ya ampun! Dia itu diem-diem bejat juga ya, haha…”

Hening

“Hmmm… dia cerita banyak ya sama kamu?”

“Bisa dibilang sih begitu. Pokoknya apa aja diobrolin, pokoknya ngalir gitu aja.”

“Gak sakit hati kamu? Kan yang diceritain aku, bukan kamu.”

“Ngg… gimana ya? Mau nggak mau sih. Kalo pun aku ngeluh kayak gitu kan gak enak. Ntar dia-nya ilfeel, malah ngejauh. Ya mending aku diem aja, saking sayangnya…”

Hening, semakin deras, langit seakan mewakili apa yang aku rasakan saat ini. Tapi aku tahan, aku tidak ingin terlihat lemah dihadapan mantan kesayangannya.

Lima hari sebelumnya…

“Ah, iya, masih ada, perasaan itu masih ada, seperti waktu itu.”

Entahlah, aku selalu menyampaikan semua apa yang aku rasakan di BBM. Ya, cuma itu yang bisa aku lakukan. Menyapa aku malu, diam saja aku rindu. Dengan harapan dia membacanya. Ah, itu memalukan. Tapi aku ingin dia tahu. Sial, dua tahun berlalu, kenapa rasa rindu itu selalu menyertaiku? Rasanya masih sama seperti saat-saat indah kami dulu. Ah, tidak, atau mungkin hanya aku? Dan cuma perasaanku? Aku hanya ingin tahu.

Ada ketakutan tersendiri ketika aku merasa terlalu bahagia. Efeknya selalu sama, semakin aku bahagia, semakin aku tersakiti nantinya. Apakah aku tidak boleh bahagia? Sehingga dalam waktu yang hampir bersamaan, disaat aku sedang bahagia lalu tiba-tiba saja jatuh dan terluka, dalam sekejap.

Ku ketuk-ketuk layar smartphoneku, mengecek setiap recent update teman-temanku. Dan… TARRAAA…! Salah satu kontak dengan user name AndikSetruk, mengganti display picture- nya dengan foto cewek yang lumayan cantik. Tidak, bukan itu yang membuatku shock, tapi kalimat di PM-nya: “I love you, Linda.”

Tidak ada komentar: